Menjadi Petani Berdasi, Mau?
Bagaimana menurut Anda tentang profesi pertanian di zaman now? Apakah profesi ini akan hilang ditelan zaman atau justru sebaliknya, semakin cemerlang karena didukung digitalisasi industri 4.0?
Mungkin jawaban Anda akan berbeda satu sama lainnya, tergantung sudut pandang masing-masing. Ada yang pesimis, profesi tani akan berakhir. Namun tidak kecil kemungkinan banyak yang optimis. Setiap orang mungkin bisa berteori, namun fakta di lapangan tidak bisa dinafikan begitu saja.
Selain itu, motivasi seseorang menjadi petani pun turut mendorong atau menghambat perkembangan profesi tani tersebut. Lalu apa saja motivasi atau alasan seseorang memilih jadi petani? Sebuah portal website tentang pertanian yaitu belajartani.com sudah melakukan polling via media facebook. Dan hasilnya sungguh mencengangkan. Setidaknya ada 15 alasan seseorang memilih profesi tani, yaitu karena:
- hobi
- kebebasan waktu
- sebab warisan
- pengaruh lingkungan
- mencintai alam
- jauh dari korupsi
- pekerjaan yang mulia
- pensiun dan profesi lama
- jenuh kerja kantoran
- iseng-iseng
- sekolah/kuliah jurusan pertanian
- terpaksa, tidak ada pilihan
- tanpa syarat
- prosfek masa depan yang cerah
- cita-cita sejak kecil.
Selain itu dalam sebuah penelitian, Hamyana menyimpulkan hanya dua alasan seseorang memilih menjadi petani. Pertama, karena alasal moral (cultural base) artinya panggilan jiwa dan tanggung jawab moral. Dan kedua, karena rasional (structural base), yakni pilihan berdasarkan rasio keuntungan secara ekonomi, sosial dan lingkungan.
Lalu apakah motivasi Anda menjadi petani? Anda sendiri yang lebih tahu. Yang jelas menjadi petani pun tidak akan terlepas dari berbagai masalah yang harus kita hadapi. Diantara masalah tersebut misalnya harga pupuk yang semakin lama semakin mahal. Dan petani tidak mampu mengontrol harga secara langsung. Lebih-lebih petani di kampung yang tidak mengenal advokasi pertanian.
Masalah yang lainnya adalah harga yang tidak stabil. Sementara itu para tengkulak bisa leluasa memainkan harga sedang petani hanya pasrah menerima nota harga. Beruntung jika saat membeli bibit dalam kondisi harga murah, sedang pas menjual panen harga mahal. Namun akan beda ceritanya jika terjadi sebaliknya. Dan hal ini sering dialami oleh para petani, termasuk orang tua saya.
Masalah lainnya sejauh yang saya pantau di kampung tani tempat saya tinggal adalah masalah pekerja/ buruh tani. Disinyalir saat ini para petani kekurangan pekerja baik untuk jasa mencangkul, memikul dan sebagainya. Kenapa ini terjadi? Mungkin karena semakin banyak orang yang tidak tertarik dengan profesi pertanian dan lebih memilih peruntungan untuk merantau ke perkotaan. Masalah ini pun berkorelasi dengan masalah berikutnya yaitu regenerasi.
Dengan semakin beragamnya profesi era digital ditunjang dengan level pendidikan anak-anak yang lebih tinggi dari orang tuanya yang petani, maka disinyalir para petani kehilangan generasi penerus. Mereka yang diharapkan menjadi penerus pertanian ternyata tidak mampu bahkan tidak berminat untuk terjun di dunia pertanian. Tapi mungkin juga mereka berminat hanya saja belum siap untuk terjun bebas seperti yang saya alami saat ini.
Lalu apa saja solusi yang harus segera dilakukan? Berbicara solusi mungkin seharusnya bertanya kepada orang yang ahli dalam bidang pertanian. Namun di zaman digital seperti ini kita pun bisa mencari solusi sendiri dengan memafaatkan teknologi untuk mencari informasi.
Nah untuk masalah harga pupuk, harga hasil tani mungkin para petani harus bersatu dalam sebuah wadah entah itu kelompok tani, gapoktan dan sebagainya yang bisa menjadi jalur advokasi bagi para petani agar tidak hanya jadi objek.
Dan petani pun harus melek teknologi. Internet sehat semestinya dimanfaatkan untuk menambah wawasan sekaligus mencari solusi. Untuk mengecek harga hasil pertanian di setiap daerah, saya mendapat informasi dari situs http://infoharga.bappebti.go.id. Caranya mudah hanya tinggal kirim SMS dengan format:
HARGA#[NAMA_KOMODITAS]#[NAMA_DAERAH].
Misalnya:
HARGA#BERAS#KUNINGAN kirim ke nomor HP 081218678000.
Silakan dicoba!
Adapun untuk permasalahan pekerja dan regenerasi yang perlu ditekankan adalah edukasi atau pendidikan betapa pentingnya profesi pertanian. Bahkan era digital ini bisa saja menjadi peluang emas untuk generasi yang melek teknologi dalam memajukan bidang pertanian. Dengan digitalisasi, maka produk pertanian bisa dijual secara langsung (online) dengan harga yang tinggi karena memangkas jalur distribusi tengkulak dan sebagainya. Selain itu, para konsumen pun sebenarnya bisa membeli dengan harga lebih murah karena langsung kepada petani.
Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi mungkin saja pekerjaan manusia akan lebih banyak diganti dengan robot, dalam hal ini robot pertanian. Maka menjadi PR besar bagi para petani berdasi untuk menghadirkan solusi tepat guna di era yang serba canggih ini.
Dan akan lebih efektif lagi jika metode marketing hasil pertanian sudah berbasis aplikasi digital. Di sinilah tantangan generasi muda untuk menjadi petani berdasi. Semoga para petani semakin hari semakin berbahagia dan memperoleh keberuntungan sebagaimana kata petani sendiri dalam bahasa Arabnya al-fallah yang seakar kata dengan al-falah dalam kalimat adzan, hayya 'alal falah. Marilah kita meraih kemenangan, meraih keberuntungan. Semoga.
Posting Komentar untuk "Menjadi Petani Berdasi, Mau?"