Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

7 Bentuk Kebersamaan Masyarakat Desa yang Perlu Dilestarikan

Sobat, bagaimana menurut Anda apakah hidup di pedesaan itu lebih menarik daripada di perkotaan? Saya percaya setiap orang akan memiliki jawaban berbeda sesuai sudut pandang masing-masing. Mungkin sobat yang menganggap hidup di desa lebih baik karena sudah bosan dengan suasana kota yang panas. Baik karena bawaan cuacanya, maupun karena hawa persaingan dunia yang terlalu tajam, dibumbui dengan gaya hidup individualistis yang mengikis sisi-sisi humanis. Namun boleh jadi sebaliknya sobat lebih memilih hidup di kota karena fasilitas serba ada, lapangan kerja banyak, sirkulasi uang lebih cepat dan mudah didapat, dan bergaya hidup lebih bebas, tanpa khawatir dengan "bisik-bisik tetangga" khas orang desa.
Terlepas dari menarik atau tidaknya hidup bermukim di desa, tak bisa dipungkiri bahwa keguyuban masyarakatnya sangat solid. Dan hal ini tidak mudah ditemukan pada masyarakat perkotaan. Kegotongroyongan warga pedesaan patut menjadi contoh bagi siapa saja, yang meyakini bahwa kekuatan berjamaah itu sangat dahsyat dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Kita sering mengumpamakan dengan sapu lidi, bukan? Sebutir lidi tak kan mampu menjadi alat efektif untuk membersihkan sampah, kecuali diikat dengan ratusan lidi lainnya. Dan itulah berjamaah, bersatu dalam kebersamaan.
Dan bentuk-bentuk kebersamaan masyarakat desa itu sudah mapan eksistensinya. Tidak diragukan lagi, bahwa masyarakat pedesaan teramat kaya dengan khazanah kebersamaan ini. Kita menemukan banyak contoh coraknya. Beberapa diantaranya terimplementasikan dalam 7 macam aktivitas berikut ini:

1. Ketika seseorang mengadakan hajatan, umumnya pernikahan atau khitanan

Belum lama ini saya merasakan sendiri betapa dahsyatnya animo masyarakat saat berpartisipasi menyukseskan hajatan. Mereka bersatu padu bahu-membahu untuk membantu pekerjaan Sohibul hajat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan mereka melakukannya secara all out bukan saja pada hari H pelaksanaan hajat. Melainkan, jauh-jauh hari mereka sudah mencurahkan tenaga dan pikirannya demi terlaksananya rencana Sohibul hajat.
Mengetahui hal ini kami sangat terharu. Dan menjadi instrospeksi diri, betapa solidaritas sosial yang dimiliki belum bisa dimaksimalkan seperti mereka. 

2. Saat seseorang berdukacita atas kematian salah satu anggota keluarga

Kebersamaan dalam hal ini bisa kita lihat dari berbagai hal. Diantaranya warga berduyun-duyun untuk melakukan takziah ke rumah duka. Mereka memberi sumbangan alakadarnya baik berupa amplop maupun beras. Selain itu kita dapat mengetahui antusiasme warga ketika bergotong-royong memhuatkan keranda dari bambu. Ditambah lagi dengan kekompakkan mereka mendoakan almarhum/almarhumah selama berhari-hari dalam bentuk tradisi tahlilan.

3. Pada waktu Kerjabakti untuk membersihkan jalan atau lingkungan

Nah, fakta ini sering kita temukan biasanya pada hari Jum'at. Mungkin hal ini terkait dengan program Jumat Bersih (Jumsih) yang sudah menjadi agenda bersama. Biasanya operasi kebersihan ini dilakukan disepanjang jalan dari perbatasan sampai ke dekat perumahan warga. Selain itu, lokasi yang menjadi objek Jumsih ini dilakukan di fasilitas umum lainnya seperti tempat ibadah maupun area pemakaman.

4. Kebersamaan pada saat prosesi khataman

Kegiatan ini umumnya terjadi pada malam ke-27 bulan Ramadhan. Setelah sebelumnya, beberapa jamaah masjid/musholla melaksanakan tadarusan secara berjamaah dimulai sejak malam-malam permulaan bulan Ramadhan. Meskipun yang melaksanakan proses Tilawah Jama'i hanya beberapa saja. Namun, ketika prosesi khataman, semua warga kompak mengikutinya. Karena semua berharap keberkahan malam Lailatul Qodar.

5. Berjamaah dalam kegiatan kaliwonan

Kegiatan ini disebut kaliwonan karena dilaksanakan bertepatan  dengan malam Jum'at Kliwon. Prosesinya diawali dengan shalat Maghrib berjamaah. Setelah dzikir bakda shalat dilakukan, dilanjutkan dengan pembacaan Rattibul Hadad yang dipimpin oleh imam hingga waktu Isya. Nah, selepas shalat Isya berjamaah dilanjutkan dengan dzikir dan doa bersama untuk keselamatan semua warga. Lalu dilanjutkan dengan mencicipi hidangan alakadarnya hasil dari kebersamaan.

6. Bahu-membahu saat seseorang membangun/merenovasi rumah pribadi

Kalau di perkotaan hal ini kayaknya mustahil dilakukan. Namun masyarakat pedesaan justru melakukannya secara sukarela. Mereka saling membantu satu sama lain. Terkadang dengan sendirinya mereka bergiliran untuk "nyampeur" kepada warga yang sedang punya proyek membangun rumahnya.

7. Bekerjasama saat membangun masjid/musholla dan madrasah/pesantren

Mungkin kalau contoh yang satu ini tidak hanya berlaku di pedesaan. Saya kira di perkotaan pun tradisi bergotong-royong untuk sarana ibadah atau pendidikan juga masih ada. Hal ini, karena masyarakat beranggapan bahwa sarana ibadah dan tolabul ilmi ini sangat penting. Dan membantunya dengan segenap kemampuan memiliki pahala yang sangat besar.
7 Bentuk Kebersamaan Masyarakat Desa yang Perlu Dilestarikan


Setiap orang menyiapkan energi terbaiknya untuk kegiatan ini. Baik itu biaya, tenaga maupun pikiran. Seperti yang saat ini terjadi di kecamatan Hantara Kabupaten Kuningan. Di sini sedang pengecoran bangunan pondok pesantren Al-Furqon. Bagaimana dahsyatnya antusiasme warga di sini. Dari berbagai kalangan, bapak-bapak dan ibu-ibu, bahkan tua maupun muda. Semua bersatu demi suksesnya kegiatan pengecoran pondok pesantren ini.
Semoga 7 hal yang sederhana ini menjadi inspirasi kita semua, bahwa kekuatan itu akan lebih dahsyat jika dilakukan secara berjamaah. Bukankah dalam shalat pun berjamaah itu bernilai pahala 27 kali lipat, bahkan bisa mungkin lebih dari itu?

2 komentar untuk "7 Bentuk Kebersamaan Masyarakat Desa yang Perlu Dilestarikan"