Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Leave Labeling Get Leveling

Bagaimana perasaan sobat ketika ada seseorang yang memvonis anda dengan stigma negatif, sedang sobat sendiri tidak tahu-menahu tentang hal yang dituduhkan? Tentu sobat merasa tidak nyaman bukan? Ya, jangankan posisi kita sebagai tertuduh tanpa salah, justru yang nyata-nyata sesuai dengan tuduhan tersebut pun pasti akan menampiknya. Karena pada dasarnya setiap manusia ingin diperlakukan secara baik dan terhormat. Menghormati kemanusiaannya manusia ini kalau dalam hukum mungkin dikenal dengan istilah praduga tak bersalah. Sehingga tidak mudah menghukum seseorang tanpa melalui prosedur hukum berupa pengadilan yang sah.

Mendudukkan manusia secara manusiawi ini sejatinya sudah dicanangkan Islam jauh sebelum dunia barat menggaungkan Declaration of Indefendent atau pun Declaration of Humman Right. Jauh-jauh hari Rasulullah Saw. sudah mengenalkan hak azazi manusia ini dengan menghapus perbudakan, mengangkat derajat manusia, dan menghilangkan diskriminasi ras ataupun golongan. Dengan hadirnya Islam dan Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah maka manusia terbebas pula dari kebodohan berakidah dan berakhlak.

Meskipun demikian, kebebasan yang kita miliki bersifat tidak tak terbatas. Sehingga kebebasan seseorang dibatasi oleh hak-hak orang lain. Ini ajaran yang pernah kita dapatkan dalam pelajaran kewarganegaraan saat di bangku sekolah. Maka dikembangkanlah sikap toleransi kepada sesama. Baik toleransi antar umat seagama, toleransi antar umat beragama, maupun toleransi umat beragama dengan pemerintah. Sikap toleransi yang begitu lama dijaga dan diwariskan oleh para leluhur bangsa dewasa ini mengalami sedikit keretakan. Hal ini sering terpicu dengan uforia media sosial, karena di dunia maya ini kadang orang terlalu bebas kebablasan.

Dulu saat remaja saya pernah menemukan sosok orang yang semena-mena menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas. Dengan wajah tanpa dosa dia mempermalukan orang tersebut di depan umum. Namun karena orang tersebut, sadar diri tak mungkin membantah tuduhan tersebut. Kondisinya yang apa adanya membuatnya menerima apapun perlakuan orang tersebut. Dia justru mengingat taushiah para kiyai yang pernah didengarnya, "Lebih baik mendoakan kebaikan daripada menyumpah-serapahi orang yang mendzolimi kita, inyaa Allah akan mendapat pahala dan keberkahan".

Bahkan di lain waktu dia pun mendapat tambahan ilmu dari orang lain yang pernah mengalami nasib serupa. Kata orang tuanya, "Jika tiada hujan-tiada angin kita diperlakukan tidak baik (didzolimi) itu tandanya Allah akan mengangkat derajat kita, asalkan kita bisa bersabar menghadapinya". 

Akan tetapi pada kenyataanya untuk bersabar dan membalas perlakuan tidak baik dengan kebaikan itu tidak mudah. Alih-alih bisa membalas dengan kebaikan dan tetap bersabar, justru kita pun inginnya balas menuduh walaupun hanya dalam hati. Padahal jika kita mampu mengendalikan diri dan mengamalkan nasihat-nasihat ulama mulia mungkin saja level derajat kita akan semakin ditinggikan oleh Allah Swt.

Lagi-lagi namanya juga manusia, kita lebih mudah terbawa arus yang kurang baik daripada mengikuti hati nurani yang suci menuju kebaikan. Lebih buruk dari itu justru kita memberi cap  bahwa orang tersebut sebagai orang jelek dan sebutan yang tidak terhomat lainnya. Kalau dalam pelajaran  sosiologi  yang pernah kita pelajari sewaktu sekolah dulu perilaku ini disebut dengan teori labeling. 

Dan sebaiknya kita tidak mudah memvonis seseorang. Dalam hal maksiat sekalipun akan lebih bijak kita mengatakan bahwa seseorang sedang bermaksiat dari pada mengatakan mereka itu ahli maksiat. Ketika mendapati tetangga tidak shalat ke mesjid, tidak bijak kalau kita mengatakan dia anti berjamaah. Lebih baik mengatakan bahwa dia sedang tidak keburu untuk berjamaah. Mungkin karena kelelahan bekerja atau mungkin juga karena malas. Kepada orang yang mendzalimi kita pun mungkin lebih bijak nya mengatakan dia sedang dzolim daripada memvonis sebagai ahli dzolim. Kenapa?

Karena selama masih hidup setiap orang ada peluang untuk berubah. Orang yang saat ini baik mungkin suatu saat bisa tergelincir untuk berbuat tidak baik. Begitu juga sebaliknya. Kecuali bila orang tersebut sudah menemui ajalnya, maka tak ada harapan untuk berubah. Dan kendatipun tidak baik, aturan lainnya menyebutkan tidak boleh menceritakan kejelekan orang yang telah tiada. Intinya dengan meninggalkan kebiasaan memvonis tak baik, semoga kita mendapatkan peningkatan derajat di sisi Allah Swt. Leave labeling Get leveling!


Posting Komentar untuk "Leave Labeling Get Leveling"